;
BANAIN....
Sebuah desa dimana saya lahir dan dibesarkan. Tepatnya di sebelah timur indonesia, Provinsi NTT-TTU (Kefamenanu). Nama yang mungkin sangat asing bagi anda.
Memiliki budaya dan ritual kuno yang masih mendominasi kehidupan sehari-hari. Beragam ritual adat dapat saya jumpai disana sejak lahir. Kehidupankupun tak terlepas dari ritual-ritual adat yang ada. Ya, karena saya hidup dalam keluarga dan desa yang memiliki ritual adat yang sangat kental. Suasana teduh dengan alam yang ada. Desa yang sangat akrab dan harmonis.
Gugusan bukit yang kering menyapa mata sepanjang perkampungan desa. Seperti itu saya bisa hidup ditengah kesulitan air. Desa yang selalu mengharapkan air ketika musim hujan. Hanya beberapa sumber mata air yang dimiliki disana. Tanpa bosan setiap pagi dan sore masyarakat didesaku harus menjinjing atau memikul jergen atau ember untuk dapat minum, makan ataupun mencuci dan mandi. Beruntung saya tinggal dekat sebuah kali yang sangat kami butuhkan untuk bisa membersihkan tubuh dan pakian disana saat musim hujan.
Suasana perkampungan terasa sepi dikala siang atau musim hujan tiba. Masyarakat menyibukan diri untuk bercocok tanam diladang ataupun beternak. Kehidupan yang sangat tergantung pada ladang untuk mendapatkan benih sebagai bekal hidup setiap tahun disamping beternak.
Itulah sedikit gambaran tentang Banain, saat saya masih kanak-kanak. Sayapun belum tahu secara pasti tentang kehidupan desa saya di abad yang penuh dengan modernisasi ini. Maklum, hampir 10 tahun saya hidup sebagai seorang perantau yang menjelajahi deretan pulau Timor hingga jawa saat ini demi membekali hidup saya selanjutnya. Liburpun hanya sebentar.
Ya, itulah Banain. Disana saya menghabiskan masa kanak-kanak saya bersama kedua orang tua dan saudara-saudara yang sangat kucintai. Saya dapat bertumbuh dan mengawali hidup dan tahu akan arti persahaban disana. Memilik sahabat-sahabat di bangku sekolah dasar. Dalam setiap canda dan tawa dalam kelas, terasa amat menyenangkan memiliki mereka. Meski terkadang saling menjengkelkan. Itulah bagian dari hidup saat-saat kecil. Tapi harus dimaknai bahwa awal dari sebuah persahabatan bertumbuh sejak disana.
Banain merupakan awal dari kehidupan saya saat ini. Segalanya, diawali disana. Membekali izajah SD di sebuah Sekolah Dasar Yapernah Banain disana. Sehingga sayapun bisa menjejaki perjalanan-perjalanan hidup saya hingga sekarang dibangku kuliah. Trimah kasih Banain, karena doamu, doa leluhur saya dapat bertumbuh menjadi pria dewasa seperti ini walau belum sesempurnah yang diharapkan.
DISINI. DITEMPAT INI
BANAIN....
Sebuah desa dimana saya lahir dan dibesarkan. Tepatnya di sebelah timur indonesia, Provinsi NTT-TTU (Kefamenanu). Nama yang mungkin sangat asing bagi anda.
Memiliki budaya dan ritual kuno yang masih mendominasi kehidupan sehari-hari. Beragam ritual adat dapat saya jumpai disana sejak lahir. Kehidupankupun tak terlepas dari ritual-ritual adat yang ada. Ya, karena saya hidup dalam keluarga dan desa yang memiliki ritual adat yang sangat kental. Suasana teduh dengan alam yang ada. Desa yang sangat akrab dan harmonis.
Gugusan bukit yang kering menyapa mata sepanjang perkampungan desa. Seperti itu saya bisa hidup ditengah kesulitan air. Desa yang selalu mengharapkan air ketika musim hujan. Hanya beberapa sumber mata air yang dimiliki disana. Tanpa bosan setiap pagi dan sore masyarakat didesaku harus menjinjing atau memikul jergen atau ember untuk dapat minum, makan ataupun mencuci dan mandi. Beruntung saya tinggal dekat sebuah kali yang sangat kami butuhkan untuk bisa membersihkan tubuh dan pakian disana saat musim hujan.
Suasana perkampungan terasa sepi dikala siang atau musim hujan tiba. Masyarakat menyibukan diri untuk bercocok tanam diladang ataupun beternak. Kehidupan yang sangat tergantung pada ladang untuk mendapatkan benih sebagai bekal hidup setiap tahun disamping beternak.
Itulah sedikit gambaran tentang Banain, saat saya masih kanak-kanak. Sayapun belum tahu secara pasti tentang kehidupan desa saya di abad yang penuh dengan modernisasi ini. Maklum, hampir 10 tahun saya hidup sebagai seorang perantau yang menjelajahi deretan pulau Timor hingga jawa saat ini demi membekali hidup saya selanjutnya. Liburpun hanya sebentar.
Ya, itulah Banain. Disana saya menghabiskan masa kanak-kanak saya bersama kedua orang tua dan saudara-saudara yang sangat kucintai. Saya dapat bertumbuh dan mengawali hidup dan tahu akan arti persahaban disana. Memilik sahabat-sahabat di bangku sekolah dasar. Dalam setiap canda dan tawa dalam kelas, terasa amat menyenangkan memiliki mereka. Meski terkadang saling menjengkelkan. Itulah bagian dari hidup saat-saat kecil. Tapi harus dimaknai bahwa awal dari sebuah persahabatan bertumbuh sejak disana.
Banain merupakan awal dari kehidupan saya saat ini. Segalanya, diawali disana. Membekali izajah SD di sebuah Sekolah Dasar Yapernah Banain disana. Sehingga sayapun bisa menjejaki perjalanan-perjalanan hidup saya hingga sekarang dibangku kuliah. Trimah kasih Banain, karena doamu, doa leluhur saya dapat bertumbuh menjadi pria dewasa seperti ini walau belum sesempurnah yang diharapkan.
2 comments
talalu mantap, b suka
@Kiat BahagiaThanks kk___ Sukses selalu
Posting Komentar