;
28 november 2011, pertama kali saya pra klinik di ICU (Intensive Care Unit) tepatnya di RSUD Pare. Di ICU pasien hanya satu, dua dan tiga pasien. Jauh dari dugaan sebelumnya. Pertama, saya pikir, "pasti jadi supersibuk disana. Pasiennya pasti banyak". eehh dugaanku salah....
Diruangan ICU ternyata sangat menyenangkan. Ueee, petugas-petugasnya ramah sekali, jauh berbeda dari yang dirasakan sebelumnya, selama mengikuti praklinik. Tidak ada beda antara senior atau junior, antara mahasiswa ataupun pegawai ruangan. Syukur, bisa dapat senior-senior yang kaya begini, soalnya jarang dan sulit. Belum sehari, keakraban diantara kami sudah terlihat. Cerita dan canda terdengar, sambil mengobservasi pasien tiap setengah jam. Kayanya betah dehh diruangan ini. Tapi sayang, hanya seminggu. Pinginnya terus dan terus.......!
Jauh dari hal diatas, di ICU saya dapat motivasi berharga dari seorang bapak, istri pasien yang berada di ICU. Namanya bapak Pomiran. Jadi akrab dehhh sama bapak Pomiran. Semenit setelah saya menghampiri beliau di samping tempat tidur istrinya. Ia langsung bertanya-tanya tentang saya. Begitu juga sebaliknya. Kemudian kalimat-kalimat motivasinya mulai terucap.
"Belajar itu tak pernah ada habisya" kata beliau. Benar pak Miran. ehhh salah panggil namanya kale. Yang penting ada miran-nya. hehehe. Setiap hari, setiap saat, bahkan sampai tuapun kita mesti belajar. Belajar dari pengalaman yang ada. Terus dan terus kalimat-kalimat motivasi Ia ucapkan. "Keahlian itu perlu dijaga" ujarnya lagi. setidaknya dua kalimat itu yang saya ingat. memang sederhana didengar tapi maknanya mendalam jika ditelah.
Sedikit cerita tentang Pak Pomiran dari apa yang saya lihat.
Pak Pomiran, rumahnya di Gurah, sebuah kecamatan di kabuaten kediri. Tepatnya dari arah kota Kediri sesudah simpang lima gumul arah ke Pare. Ia memiliki lima orang anak. Cowok nomor dua dan yang lainnya cewek semua. Kasian, dirumah hanya berdua bersama istrinya. Anak-anak pada merantau semua. Saat istri sakitpun hanya berdua. Ia setia mendampingi istrinya di ICU dari jam ke jam, hari ke hari.
Perhatian saya selalu terarah ke Pria tua ini saat saya tugas. Maklum pasienya satu jadi fokus selalu tertuju pada pasien tersebut dan keluarganya. Walaupun ia sudah termakan umur tapi bukti kesetian pada istrinya tak ada habisnya. Pak Pomiran usianya 70 kawan....! Tanpa seorang anak yang ikut membantu menjaga ibunya yang sedang sakit. Tanpa seorang keluarga yang ke tokoatau warung untuk membeli minum atau makan buat ibu. Semua dilakukan Pak pomiran sendirian. Ke warung untuk beli teh, ke apotik untuk membeli resep dokter, menyuapi sang istri saat jam makan dan lain sebagainya.
Karena penasaran dan ingin tahu, kenapa beliau sendirian mengurus istrinya, sayapun menghampiri beliau pada hari kedua di ICU. Saya tanya, "anak-anak bapak semuanya merantau ya pak...."? Tidak mungkin saya mau langsung tanya, anak-anak bapak kemana? hehehe. Kayanya tidak tega dehhh. Terdengar kasar kale. Takut langsung di hajar sama Pak Min. hahaha. "Dua di sulawesi, dua di kalimantan, satunya di Semarang" jawab beliau. Tanpa bertanya lagi ia mengatakan demikian "Bigitulah anak. Orang tua sakit, gak ada yang mau lihat. Lebih-lebih yang dekat di semarang. Bicaranya hanya lewat telpon. ngapain juga lewat telpon." Waduhhh, hati ini ikut tersakiti saat kalimat-kalimat ini terucap. Rupanya jarak yang membuat anak-anak pak Pomiran tidak cepat-cepat datang.
Siang itu ada dua sosok wanita yang masuk ruang ICU. Keduanya menghampiri si ibu yang sedang sakit. "Mungkin ini, putri-putri pak Pomiran", pikirku. Sesaat kemudian, saya keluar dan tengok beliau. Wajahnya tidak seperti sebelumnya. Kali ini nampak ceria, menemani seorang cucu yang berumur sekitar empat tahun. Ternyata benar, dua wanita itu datang bersama seorang anak yang adalah putri-putri dan cucunya. Syukur, doa, harapan Pak Pomiran untuk dijenguk anak-anaknya terjawab sudah. Kehadiran mereka sangat berharga bagi kedua orangtuanya.
Moga ibu cepat sembuh ya, Pak Pomiran............
Dari cerita singkat diatas, saya dapat belajar bahwa, betapa berartinya seorang anak bagi orangtua. Sejauh manapun jarak antara orang tua dan anak, mereka tiada henti-hentinya selalu merindukan kehadiran kita. Walaupun saat dimana kita telah berkeluarga. Rindu mereka, harapan mereka untuk melihat wajah anda tak akan pernah ada habisnya. Apalagi saat-saat seperti yang dialami bapak Pomiran.
Cinta seorang bapak dan ibu melebihi semuanya walaupun hati mereka pernah disakiti.
Betapa Berharga--->Ruang ICU RSUD Pare
28 november 2011, pertama kali saya pra klinik di ICU (Intensive Care Unit) tepatnya di RSUD Pare. Di ICU pasien hanya satu, dua dan tiga pasien. Jauh dari dugaan sebelumnya. Pertama, saya pikir, "pasti jadi supersibuk disana. Pasiennya pasti banyak". eehh dugaanku salah....
Diruangan ICU ternyata sangat menyenangkan. Ueee, petugas-petugasnya ramah sekali, jauh berbeda dari yang dirasakan sebelumnya, selama mengikuti praklinik. Tidak ada beda antara senior atau junior, antara mahasiswa ataupun pegawai ruangan. Syukur, bisa dapat senior-senior yang kaya begini, soalnya jarang dan sulit. Belum sehari, keakraban diantara kami sudah terlihat. Cerita dan canda terdengar, sambil mengobservasi pasien tiap setengah jam. Kayanya betah dehh diruangan ini. Tapi sayang, hanya seminggu. Pinginnya terus dan terus.......!
Jauh dari hal diatas, di ICU saya dapat motivasi berharga dari seorang bapak, istri pasien yang berada di ICU. Namanya bapak Pomiran. Jadi akrab dehhh sama bapak Pomiran. Semenit setelah saya menghampiri beliau di samping tempat tidur istrinya. Ia langsung bertanya-tanya tentang saya. Begitu juga sebaliknya. Kemudian kalimat-kalimat motivasinya mulai terucap.
"Belajar itu tak pernah ada habisya" kata beliau. Benar pak Miran. ehhh salah panggil namanya kale. Yang penting ada miran-nya. hehehe. Setiap hari, setiap saat, bahkan sampai tuapun kita mesti belajar. Belajar dari pengalaman yang ada. Terus dan terus kalimat-kalimat motivasi Ia ucapkan. "Keahlian itu perlu dijaga" ujarnya lagi. setidaknya dua kalimat itu yang saya ingat. memang sederhana didengar tapi maknanya mendalam jika ditelah.
Sedikit cerita tentang Pak Pomiran dari apa yang saya lihat.
Pak Pomiran, rumahnya di Gurah, sebuah kecamatan di kabuaten kediri. Tepatnya dari arah kota Kediri sesudah simpang lima gumul arah ke Pare. Ia memiliki lima orang anak. Cowok nomor dua dan yang lainnya cewek semua. Kasian, dirumah hanya berdua bersama istrinya. Anak-anak pada merantau semua. Saat istri sakitpun hanya berdua. Ia setia mendampingi istrinya di ICU dari jam ke jam, hari ke hari.
Perhatian saya selalu terarah ke Pria tua ini saat saya tugas. Maklum pasienya satu jadi fokus selalu tertuju pada pasien tersebut dan keluarganya. Walaupun ia sudah termakan umur tapi bukti kesetian pada istrinya tak ada habisnya. Pak Pomiran usianya 70 kawan....! Tanpa seorang anak yang ikut membantu menjaga ibunya yang sedang sakit. Tanpa seorang keluarga yang ke tokoatau warung untuk membeli minum atau makan buat ibu. Semua dilakukan Pak pomiran sendirian. Ke warung untuk beli teh, ke apotik untuk membeli resep dokter, menyuapi sang istri saat jam makan dan lain sebagainya.
Karena penasaran dan ingin tahu, kenapa beliau sendirian mengurus istrinya, sayapun menghampiri beliau pada hari kedua di ICU. Saya tanya, "anak-anak bapak semuanya merantau ya pak...."? Tidak mungkin saya mau langsung tanya, anak-anak bapak kemana? hehehe. Kayanya tidak tega dehhh. Terdengar kasar kale. Takut langsung di hajar sama Pak Min. hahaha. "Dua di sulawesi, dua di kalimantan, satunya di Semarang" jawab beliau. Tanpa bertanya lagi ia mengatakan demikian "Bigitulah anak. Orang tua sakit, gak ada yang mau lihat. Lebih-lebih yang dekat di semarang. Bicaranya hanya lewat telpon. ngapain juga lewat telpon." Waduhhh, hati ini ikut tersakiti saat kalimat-kalimat ini terucap. Rupanya jarak yang membuat anak-anak pak Pomiran tidak cepat-cepat datang.
Siang itu ada dua sosok wanita yang masuk ruang ICU. Keduanya menghampiri si ibu yang sedang sakit. "Mungkin ini, putri-putri pak Pomiran", pikirku. Sesaat kemudian, saya keluar dan tengok beliau. Wajahnya tidak seperti sebelumnya. Kali ini nampak ceria, menemani seorang cucu yang berumur sekitar empat tahun. Ternyata benar, dua wanita itu datang bersama seorang anak yang adalah putri-putri dan cucunya. Syukur, doa, harapan Pak Pomiran untuk dijenguk anak-anaknya terjawab sudah. Kehadiran mereka sangat berharga bagi kedua orangtuanya.
Moga ibu cepat sembuh ya, Pak Pomiran............
Dari cerita singkat diatas, saya dapat belajar bahwa, betapa berartinya seorang anak bagi orangtua. Sejauh manapun jarak antara orang tua dan anak, mereka tiada henti-hentinya selalu merindukan kehadiran kita. Walaupun saat dimana kita telah berkeluarga. Rindu mereka, harapan mereka untuk melihat wajah anda tak akan pernah ada habisnya. Apalagi saat-saat seperti yang dialami bapak Pomiran.
Cinta seorang bapak dan ibu melebihi semuanya walaupun hati mereka pernah disakiti.
Label:
My Way
,
Refleksi & Renungan
Posting Komentar